Si Buntut
Takut
Ketika jasad dicekal akal sehat
Masih ada pikiran yang sanggup berkelana
Mengarungi tapal batas nalar, mencari kebenaran dan pembenaran
Mungkin ia tersesat, mungkin ia mendapat isyarat, atau kebebasan jasad
Namun petualangan adalah hal yang menakutkan bukan?
Berbaring menyesap nikmat singkat dunia
Puas dengan apa yang ada ada pada diri atau yang disajikan negeri
dan siap larung bersama ketiadaan
Atau mungkin keberadaan memang tak mengikat kita sejak awal?
Sudahlah, dunia memang bukan untuk mereka yang dicekal ketakutan
Si Buntut
Si buntut hanya bisa menurut
Mengekor majikan walau sesekali merutuk
Begini macam nasib yang dirinya kudu tunduk
"Dasar hidup!" ucapnya tertahan dan hanya bergemelutuk
Menunduk malu karena pikirnya masih terang namun ia hanya diam
Sungguh masih sanggup ia berkelana dan sesekali mengawang
Tapi memang bebas hanya bagi pikir dan belenggu mengikat jasad
Rutuk takdir memang merapal jadi mantra
Sialnya itu yang kini tercipta, dasar buntut hanya menurut realita
Sampai kapan jadi kacung dunia dan tak sanggup mencipta?
Satu Pintu
Aku hanya mampu berdiri di ambang pintu terpaku dengan rambatan ragu
Terbelah menjadi dua antara nol dan satu
Memang hidup perkara hitam dan putih, ia tak mau abu-abu
Tak ada ruang untuk berkelana karena akhirnya akan bertemu di titik semula
Kaki yang payah memandu lelah sudah menyerah
Hanya tersedia satu ruang untuk satu pintu, dan itu untuk ku
Gudang potongan puzzle yang harus dibangun satu persatu
Walau tangan, hati, dan pikiran sering bertempur di ring tinju
Angin tetap menarik diri dan tidak bisa lari lagi
Peluhku menggenangi kawah sepanjang jalan, sudah menyerah untuk kembali melawan
Karena boneka itu sudah dipilihkan satu pintu, tak berguna lagi untuk meragu

Komentar
Posting Komentar