Pertanyaan Semesta



Mendung yang melankolis menghiasi gedung tua ini, yang setiap harinya memelintir otak ku dengan tugas tugas dan praktikum. Belajar di gedung ini selama satu tahun terakhir, bagai loncatan kuantum. Banyak hal terselubung dari ketidak tahuanku yang berpendar menjadi pengetahun baru namun menarik pada tirai lain, pada selubung ketidak tahuan lain, begitu seterusnya sampai pada titik aku tidak tahu apa apa ternyata. Kami bergelut dengan fenomena keseharian yang dibungkus teori dan perumusan berbelit matematis, ya fisika. Alam adalah teman dekat kami yang terasing karena rumus lebih dominan dalam perkenalannya. Salahkan matematika saat kau tak suka fisika.
            “Pernahkah kau berpikir apakah kebetulan kita belajar di gedung ini? kenapa kita bisa terdampar di dunia?” tanya Angkasa tiba tiba, ditengah keheningan ruang student centre bersama hujan. Pertanyaan mengenai kehidupan, rantai takdir dan alam semesta adalah pertanyaan yang sarat makna walau terkesan sederhana yang entah kenapa menggelitik keingintahuan ku juga. Namun sialnya, aku tak pernah tahu jawabanya dan pertanyaan itu selalu membuatku bingung saja dan dia hanya akan membuat pertanyaan baru tanpa ada yang ia jelaskan.
Bergulat dengan dunia keseharian dan diperas dari ujung kepala sampai kaki dengan peluh yang banjir sana sini, menguras diriku dari hari ke hari. Beban yang menggunung dan ketidak jelasan masa depan apa yang hendak ku pijak, membuat semacam kekhawatiran yang selalu ku sembunyikan saja. Hal ini pun ditambah dengan berbagai pertanyaan yang menggunung menyesaki ruang kepala yang luasnya tak seberapa.
“kapan kamu lulus nak?”
“mau kerja dimana nanti?”
“Abis lulus mau nikah?”  
Mereka seolah menjadi pertanyaan wajib yang harus  ku jawab dengan pembuktian. Kadang hal ini membuatku frustasi saja dan apakah aku hidup hanya untuk menjwab pertanyaan pertanyaan itu? Hanya sampai disitu kah hidupku? Segala beban yang menggunung ini membuat banyak pertanyaan silih berdatangan. Namuan memikirkan ada pertanyaan lain yang harus ku jawab terdengar membebani pula. Mungkin ini yang dirasakan oleh Angkasa. Segala beban yang ditanggunnya, menjadiakan ia bertanya tanya mengenai kehidupan yang kini mungkin akan terdengar aneh oleh kebanyakan dari kita
“Siapa kita sebenarnya, lebih tepatnya siapa manusia itu sebenarnya?”
***
“Ara, pernah berpikir bahwa kita itu berada pada moyang yang satu, maksudku kita berasal dari satu ayah dan satu ibu namun lihat kita sekarang kau dan aku nampak berbeda. Aneh bukan? Walaupun terdapat penjelasan ilmah atasnya pernah bertanya, kenapa?”
Aku pun melihat disekeliling ku dan berpikir bahwa kita satu, berasal dari satu ibu dan satu ayah yang sama, namun menjadi berbeda serelah melalui serangkaian interaksi dengan alam. Perjalanan ras adam sudah sampai sejauh ini ternyata. Ledakan  informasi dan pengetahuan membuatku tahu mengenai mutasi gen, adaptasi anggota tubuh terhadap iklim dan kondisi lingkungan yang menjadikan sebagian orang Asia Timur memiliki kulit cerah  dan mata sipit, orang eskimo dengan tubuh mereka yang pendek pendek, bangsa eropa dengan kulit pucat dan iris birunya yang memikat, kita bangsa tropis dengan kulit manis sawo matang. Namun semua kejadian ini apakah hanya sebuah kebetulan? Bisa kau hitung berapa peluangnya semua kejadian ini dapat terjadi?
“Atau kau pernah berpikir kenapa bumi berada diantara venus dan mars, kenapa bumi tidak terlalu dekat dengan matahari atau berjauhan? Dan kenapa kita bisa bertahan sejauh ini di lautan kosmik yang sangat luas dan penuh ketidakpastian bukan?”
Membayangkan bagaimana bumi melayang diruang hampa yang sunyi dan kita berada  di sana, terapung apung layaknya sebuah sampan di lautan dengan muatan dan bisa berjalayar sampai sejauh ini. Bagai titik dalam semesta dan titik itu telah menjani kehidupan selama jutaan tahun. Apakah bisa berjalan dengan rangakaian kebetulan dan tanpa tujuan?
“Setiap pagi saat aku melihat jari tangan ku dan membayangan ada satu proses yang salah dengan metabolisme, katabolisme, respirasi sel atau misalkan saat prosess penyusunan kode kode DNA terdapat konfigurasi yang salah apa yang akan terjadi?” Pertanyaannya menariku untuk melihat tangan ku sendiri pula, menirunya, apa yang terjadi bila dalam kandungan ibu, sel sel pembentuk tanganku enggan mematikan diri mereka, mungkin tidak akan sesempurna ini. tidak akan ada yang namanya jempol, telunjuk, kelingking, si tengah dan si manis. Kenapa mereka rela untuk mematikan diri mereka sendiri? Kalau ada mekanisme yang salah dalam proses-proes dalam tubuh, apa yang akan terjadi? Kenapa tidak ada sel tubuh yang ‘nakal’ dengan tiba tiba bergerak dengan kehendaknya sendiri? Atau ada sensor tubuhku yang  gagal mendeteksi rangsangan, apa yang terjadi? Bisa kau bayangkan kita yang merasa hebat ini bahkan tidak bisa mengendalikan setiap sel yang menyusun kita?
“Semua ini membuatku memikirkan sesuatu Angkasa, semacam ada rencana besar dari segala pertanyaan yang kau lontarkan.” Kataku mulai antusias dan meninggalkan laporan yang teronggok tak ku acuhkan.
Grand Design. Namun pernahkah kau berpikir untuk siapa seluruh rencana semesta ini? kita lebih sibuk bertanya bagaimana dan kenapa.” ia mengawang, matanya menumbuk langit langit ruang student centre yang hampir membusuk, namun pemikiranya mengangkasa, mencari jawab.
“Entahlah Angkasa. ini, semacam pertanyaan besar alam semesta. Kau tahu, kunci dari segala pertanyaan.” Ia menatapku, sudut bibirnya tertarik antusias. Segala pertanyaan menjelemit ini menyentuh titik tergairah di otaknya untuk mencari tahu.
“Kau benar Ra, pertanyaan besar alam semesta.”
***
Begitu banyak hal yang dituntut dunia seolah tak menyisakan ruang untuk sekedar membuang napas dan berfikir. Semua menumpuk dan menuntut pemenuhan. Saat dititik dimana aku begitu kepayahan menyelesaikan semua urusan aku merasa tidak berguna dan terlebih tidak berdaya untuk mencari tahu jawaban dari pertanyaan besar itu ketika tugas saja tidak selesai tepat waktu. Atau itu jawabanya? Aku tak tahu. Dan begitu menyebalkan melihat Angkasa masih bisa tersenyum dan mengobrol ringan, meninggalkan ku yang tertinggal dan kepayahan. Semesta tidak pernah adil, hanya bisa melontarkan misteri. Pertanyaan tempo kemarin belum bisa ku jawab dan beban terus menumpuk menghambat. Apakah segala tuntutan ini masuk ke dalam rencana besar semesta pula? Aku tidak pernah mengerti, tapi pertanyaan pertanyan itu terus menghantui.
“Hei Ra. Bagaimana laporan tempo kemarin. Sudah kau selesaikan” tanya Angkasa sesampainya aku di kelas dan menjatuhkan bokong pada kursi. Aku hanya menggedikan bahu, tidak peduli lebih tepatnya tidak peduli pada eksistensinya.
 Kenapa seolah hanya aku yang dijebak semesta dengan kepusingan untuk mencari tahu. Apakah ini juga bagian dari pertanyaan semesta? Banyak sekali semesta menyimpan apik misteri dan rahasia.
“Ra, kau tahu, apa pertanyaan besar alam semesta?” pertanyaanya menyedot ku untuk mengakui eksistensinya itu dan membuatku membalikan badan ke arahnya. Bila aku bisa melihat mataku sendiri, ia pasti tengah berbinar. Aku tahu, ini sangat berlebihan.
“Apa itu?” tanyaku tidak sabar, ia membentuk sabit di bibirnya, membuatku dibikin semakin penasaran.
“Sebelum kesana, apakah menurutmu semua yang ada di alam semesta kebetulan? Apakah kita hanya serangkaian kebetulan dengan formula yang masih belum dapat dipecahkan? Dua orang yang bertemu di persimpangan, kita yang bertemu dalam satu jurusan, daun yang jatuh berguguran atau angin yang bertiup. Apakah ini hanya desain alam saja dengan formula tertentu?”aku berpikir dalam, sangat dalam. Bisakah pertanyaan ini dijawab dalam waktu sebentar? Namun akal sehatku berpendar.
“Menurutku tidak pernah ada serangkaian kebetulan. Aku hanya berpikir bahwa alam memang didesain dengan formula tertentu dan berjalan berdasarkan atasnya. Namun bukan berarti kebetulan! Desain sempurna semesta hanya bersandar pada formula saja bukan kah terdengar konyol? Dan siapakan yang tahu formulanya bahkan kita sendiri pun tidak tahu bukan? Kebetulan adalah serangkaian variabel dalam persamaan yang kita tak tahu bagaimana pernyelesaiannya. Mengetahui bagaimana hukum hukum semesta bekerja adalah perjalanan kita sampai saat bukan?”
“Ya! Sampai sejauh ini kita terus hidup untuknya. Kita hidup untuk dunia dan lupa bahwa sebenarnya dunia hadir untuk kita, semesta hadir untuk kita. Kita terus bergelut dengan dunia hanya untuk mengisi kekosongan hidup yang memang kita buat sendiri karena ketidak tahuan. Ketidak tahuan akan misi hidup yang kita emban. Pertanyaan besar yang harus kita jawab. Pertanyaan paling besar dari pertanyaan yang ada di alam semesta.”
“Kau tahu Ra, Max Planck pernah mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa menjawab pertanyaan besar alam semesta karena selalu saja manusia yang menyimpulkan setiap fenomenanya. Kau tahu bermakna apa itu?” ia memberi jeda, dan aku menebak apa yang hendak ia ucapkan “Seperti yang ada di kepalamu Ra. Manusia adalah pertanyaan besar alam semesta itu. Kita adalah pertanyaannya.” Entah kenapa, perasaan ku saja, suasana kelas mendadak hening, apa yang diucapkannya benar benar menohok hati. Aku belum tahu jawabanya tapi dengan adanya pertanyaan, membuat langkah lebih jelas bukan?
Sesaat setelah Angkasa menyelesaikan kalimatnya, dosen kami memasuki kelas dan seperti biasa menjejali kami dengan segala macam teori dan formula. Kau tahu kenapa alam semesta begitu stabil dan terjaga, kenapa kita begitu sempurna dan kenapa kita berjalan selalu dengan membawa tugas, karena kita adalah pertanyaan itu, pertanyaan yang harus kita jawab dalam setiap pijakan yang kita ambil dalam perjalanan. Dunia hadir memfasilitasi kita menjawab pertanyaan itu. Siapa manusia sebenarnya? Untuk apa berada di dunia? Akan kemana setelahnya, hanya membusuk dan kembali ke tanah saja kah? Manusia bebas memaknai setiap kehidupanya namun kehidupan yang seperti apakah yang memang tersedia untuk dia maknai? Bila merasa hidup lurus lurus saja, perjalanan itu tidak akan pernah sampai pada jawab bagi pertanyaan besar alam semesta. Setiap tanya selalu punya jawaban dan jawaban itu harus nyata berupa pembuktian. Bila semesta berawal dari waktu sama dengan nol dan tentu akan berakhir di satu titik tertentu maka kita memiliki batas waktu juga bukan?

Komentar

Postingan Populer