Dandelion dan Ilalang
Bunga
Dandelion yang baru tumbuh itu disambut para Ilalang, melihat kelahiran baru
adalah kesukaan mereka dan Dandelion selalu tumbuh diantara mereka. Kali ini
hanya satu bunga yang mekar. Ilalang sangat suka mengajukan pertanyaan. Karena
kesempatan untuk berkelana adalah hal yang bisa dilakukan oleh Dandelion. Siapa
yang tahu tempat tumbuh Dandelion itu sebelumnya ada dimana, bisa jadi
perkotaan, perkebunan, sebuh taman didepan rumah, dijalanan bisa dimana saja.
“Wah, dia telah berbunga dengan sempurna”
Seru para Ilalang dan Dandelion yang baru tumbuh itu terlihat bersemu merah, seolah ini
pertama kalinya.
“Lihatlah kawan kawan! Ia bisa tumbuh dengan begitu baik.
Entah sudah melewati apa saja benihnya untuk sampai ditempat kita”
Ilalang yang
lain mengangguk mengaminkan, mereka bergoyang goyang, begitu bersuka cita
menyambut bunga itu. Pikiran sang Dandelion berkelana. Ya dia telah melewati
banyak hal untuk sampai disini. Angin menerbangkanya saat ia telah tumbuh
dengan sempurna, mencerabutnya dari kehidupan yang lama dan salah satu benihnya
yang dulu terbang ke sini, ia adalah benih yang mendapat kehidupanya sendiri,
entah dengan bagian lain dari dirinya.
“Apakah kau mengenali angin yang menerbangkan mu?”
Tanya sebuah
ilalang. Yang ditanya mengernyit kebingungan. Ia tidak pernah mengenal angin
angin yang menerbangkanya.
“Aku tidak mengenal mereka. Yang pasti mereka membantu ku
terbang untuk sampai disini.”
Dandelion
menjawab apa yang bisa ia jawab. Seingatnya, di tubuh yang sebelumnya, tak ada
yang bertannya seantusias ini kepadanya. Ada satu bagian dari dirinya yang
mendesir dengan perasaan yang baru dikenalnya dan sepertinya belum dirasakan
tubuhnya yang lama.
“Padahal mereka yang mencerabutmu dari tubuh lama mu
bukan? Kau tidak menyalahkan mereka?”
Ilalang yang
lain bertanya. Teman disebelahnya menyikutnya dan mengisyaratkan untuk diam
saja, takut pertanyaan itu menyinggung Dandelion. Bisa saja ia sangat menyesal
karena terpisah dari tubuhnya. Yang ditanya menunduk dalam. Itu pun belum
pernah terpikirkan olehnya. Ia tak pernah sekalipun menyalahkan angin.
“Maafkan teman kami”
Yang
menyikut tadi meminta maaf. Dandelion mengangkat wajahnya dan tersenyum. Entah
karena apa. Itu senyum pertamanya sejak ia mekar.
“Tidak apa. Sajauh yang ku ingat, aku tidak pernah
menyalahkan angin. Karena memang itu kehidupan Dandelion yang bersanding dengan
angin sejauh yang ku tahu, sekalipun itu angin yang dihembuskan anak anak.
Angin memang memisahkan ku dari tubuh lama ku, tapi angin memberikan perjalanan
baru bagi ku tentunya. Memberikan petualangan baru. Dan angin yang membuat ku bertemu
dengan kalian.”
Dandelion
mengakhiri penjelasanya dengan sebuah senyum sabit yang merekah. Ilalang yang
lain menatapnya dengan sebuah tatapan yang ia tak mengerti. Ia belum pernah
ditatap seperti itu sebelumnya dan rasanya begitu hangat disini.
“Kau sangat beruntung sekali Dandelion. Aku jadi teringat
ucapan kakek tua Ilalang, katanya mereka yang mengerti kehidupan yang
mensyukuri kelahirannya.”
Semua mangut
mangut. Padang itu sepi dan dingin dengan angin yang berhembus membelai mereka.
Namun lingkaran itu nampak hangat, sangat hangat. Membuat semua masih betah
untuk melanjutkan perbincangan. Bulan yang kian meninggi tidak menghentikan
mereka saling melempar tanya dan jawab.
“Tapi terkadang aku pun sangat rendah diri terutama bila tumbuh
di taman sebuah rumah dengan bunga bunga indah dalam pot atau di perkebunan
dengan buah dan sayur mayur yang sangat melimpah. Aku tidak pernah memiliki
teman sejauh yang ku ingat”
Dandelion
menunduk dalam. Betapa menyedihkan kalau ia ingat mereka yang dirawat dengan
sepenuh hati, disiram, kadang diberi nyanyian dan diajak berbincang, ditunggu
berbunga dan berbuah. Tak pernah ada yang menunggunya untuk mekar. Barisan
Ilalang saling merengkuh dan merapat, mereka hendak memeluk Dandelion teman
baru mereka. Dandelion terkesiap dari lamunannya dan melihat Ilalang
disekitarnya.
“Kau menjalani petualangan mu sendiri. Bunga bunga itu
terkukung dalam pot pot, mereka hidup dengan asupan pemililknya dan kau bersama
alam, bersama angin dan hujan. Dandelin sayang, kau bisa berpetualang sampai sejauh
ini dan bertemu kami. Kau melihat banyak wajah dunia yang tidak dapat dilakukan
oleh tanaman lainya.”
Untuk
kesekian kalinya, para Ilalang mengangguk, perasaan meletup letup dalam diri
Dandelion membuatnya ingin tersenyum sekaligus menangis. Ia tak pernah ditunggu
oleh siapapun, ia tidak pernah bercerita dan tidak pernah didengar, selalu ada
ada satu bunga yang tumbuh dalam dirinya sehingga Ia lebih sering membisu. Sampai
hari ini, ada sekelompok tanaman yang jauh dari pemukiman, yang melingkarinya dengan
kehangatan. Bukan hanya itu, mereka menunggunya mekar dan mengizinkannya untuk
bertukar kisah.
“Benar sekali teman ku Ilalang. Dandelion, kau hidup untuk dirimu sendiri. kau bersama berkah alam
yang menyertaimu untuk berpetualang melihat seluruh wajah dunia. Hidup mu bukan
untuk kebahagiaan teman, karena bahagia dan sedih adalah bagian dari kehidupan
yang akan silih berganti. Kehidupan adalah untuk mu sendiri, ia adalah hadiah
atas kelahiranmu. Jangan menggantungkan apappun pada kehidupan dan jangan
bergantung pula pada kehidupan mu. Meleburlah bersama kehidupanmu,
berpetualanglah kawan dan ceritakan bagaimana wajah dunia yang tidak bisa
dilihat teman mu yang lain.”
Wajah yang
mungkin selalu kelam itu, tersiram dengan kebahagiaan. Mereka menyambut
kelahiranya dan mereka memberikan pemaknaan kehidupan padanya. Tidak buruk
terdampar di padang yang sepi asal bertemu Ilalang.
“Entah perasaan apa ini. Tapi kalian luar biasa. Akan
selalu aku ingat sampai setiap benih ku tidak akan lupa. Siapa yang mengajarkan
kalian mengenai itu? Aku baru mendengarnya."
"Kehidupan itu sendiri yang mengajarkan kami kawan. Kakek,
nenek, ibu dan bapak kami serta para tetuapun mengatakan nya. Mereka selalu
berkata bahwa saat kau sudah bisa hidup untuk dirimu sendiri maka kau pun bisa
membahagiakan orang lain. seorang tetua yang lain pun pernah mengatakan bahwa
melihat anak yang sudah tumbuh dengan baik dan sehat lebih dari cukup bagi para
tetua untuk tenang meninggalkan dunia.”
Mereka semua
tersenyum bersama angin yang mungkin dua atau tiga hari kedepan siap
menerbangkan Dandelion bersama kisah mereka.
“Bagaimana rasanya melihat perkotaan.”
sebuah Ilalang
yang sedari tadi menahan diri kini bertanya.
“Bagaimana bentuk bunga bunga yang kau lihat di
perkebunan? Apakah sama seperti kita?
Ilalang yang
lain ikut penasaran. Dandelion hanya menatap langit berbintang malam itu. Hal
yang tidak didapatkannya di perkotaan.
“Shyut! Kalian bisa mempertanyakannya esok hari.”
Ilalang yang
tadi memberinya petuah menyuruh dua temannya diam. Dandelion tersenyum, ia
tidak keberatan untuk menjawab.
“Aku melihat perkotaan begitu bising dan ramai. Semua
orang terburu buru dan tergesa. Semua orang melihat tanah, melihat sepatu
mereka atau melihat sebuah benda berbentuk persegi panjang dan bercahaya. Mereka melihat langit hanya untuk memastikan
hujan atau tidak bahkan mereka mendengus kesal, menggigit bibir saat hujan tiba.
Bunga di perkotaan berwarna warni dan cantik, mereka memiliki warna warna
pelangi dan kombinasi diantaranya. Semua orang akan mengagumi mereka saat mereka
bermekaran. Disimpan dalam pot pot atau digantung dan ada yang dibiarkan
merambat di tembok. Mereka sangat disayang....”
Ilalang terus mendengarkan
kisah Dandelion dengan khidmat. Mereka terkagum
dengan bunga bunga di perkotaan, mereka ikut sedih saat Dandelion
diinjak di jalanan dan hampir tak bisa melanjutkan hidup, atau saat mendengar
kisah bagaimana ia pernah terdamapar di dekat selokan dan sangat tidak
mengenakan untuk berada di sana. Sudah sering ia di cabut dengan paksa dan
selalu beruntung seorang bocah meniupnya, ia bisa melanjutkan hidup karenanya. Sampai hari ini.
“Entah aku bisa menjalani hidup seperti itu atau tidak.”
Ilalang yang
tadi bertanya sesenggukan.
“Kau melewati hari hari yang berat.”
“Cukup impas untuk berada disini dan bertemu kalian”
Mereka
menutup kisah malam itu dengan pelukan, bersama angin yang merekatkan mereka
yang beberapa hari kedepan akan memisahkan mereka pula. Malam yang larut dan
indah untuk dijamah mata Dandelion yang mengabur karena haru. Kehidupan
mengantarkannya sampai sini dan bagaimana hari esok yang misteri. Ia menunggu
untuk dikejutkan lagi dan kembali berpetualang, untuk melihat wajah lain dunia,
melebur bersama kehidupannya.
*

Komentar
Posting Komentar