Pulang

 Pulang

Selalu ingin kembali pulang

Telah jengah dengan dua dadu angkasa

Mengundi nasib mereka yang tak pernah percaya sebuah kuasa

Bersama cengkraman rantai bara yang membuat lara, ternyata aku ikut terjebak juga

Ingin pulang

Sekedar meringkuk bergelung diayun aisan

Merengek meminta belaian serta lembut kecup malam

Dipapah langit menjelajah bumi nirwana, beraksara dalam perkamen semesta menorehkan tinta waktu yang detik demi detiknya tertelan masa

Ingin pulang

Memeras letih yang melintir tulang sampai ke iga

Merendam hangat diri yang menggigil nyeri melihat dunia

Sekedar kembali membetulkan langkah yang terkadang goyah

Kaki sudah cukup menyeret diri dalam medan terjal bersama rembas peluh di kening yang mengoyak jemala

Ternyata semua belum cukup untuk menebus tiket di dermaga

Apalagi rumah di alam sana?

 

Gigi Roda

Mendung ini menggantung bersama benang merah yang tengah disimpul

Selalu saja tertatih dalam jalan yang larung dalam bersama dengkuran waktu

Tapi aku tahu, hidup tak melulu soal senyum namun tak melulu pula soal duka

Karena mereka terjebak dalam gigi roda, bergiliran menyapa

Akan ada siang setelah malam, akan ada pelangi setelah hujan, akan ada kelapangan setelah kesempitan

Semua berputar tak menjadi masalah asal mampu mengambil hikmah

Tugas kita hanya tengadahan tangan dan wajah karena selalu ada harapan, mulai jejaki dunia walau sehasta demi hasta karena kita kan temui jalan dan menyandarkan semua hasilnya pada Allah saja karena rencana terbaik ada di Tangan-Nya

Jadi, penampang bayang maya dalam jemala tak melulu batuan dan tanah

Karena langit begitu luas untuk dijamah.

 

Cangkang

Ini hanya wujud dari ketidak berdayaanku

Yang tak mau berkorban sakit dan luka

Yang tak mau jadi buah bibir semesta

Yang tak mau merangkak atau memapah diri bergerak

Ini hanya wujud dari ketidak berdayaanku

Yang selalu saja menuangkan tanya

Yang selalu menepis jawab

Yang selalu memohon agar kuat

Ini hanya wujud dari ketidak berdayaanku

Untuk bersiap dan berkemas

Untuk pergi dan berangkat

Untuk meninggalkan apa yang dibelakang

Untuk melepas yang dalam genggaman

Dari seorang yang belum bisa kelar dari cangkangnya

 

Perjalanan

Riuh gemuruh bumi bermandikan hujan

Bandang basah buku dalam pergolakan kisah peradaban

Hati mengelana dalam fana, tak terasa jatah waktu tinggal sehasta

Selalu ingin mengintip celah dalam pikir Tuhan

Ketakutanku adalah goyangnya iman

Kekhawatiranku ternyata hanya lemah akan pikir tentang kuasa-Nya

Detik dan menit berputar menjadi jam setalah ledakan besar katanya

Namun ada waktu sebelum bumi tak dapat disebut bahkan waktu itu sendiri apalagi manusia

Semua tersaji dalam buku semesta

Yang terkadang teronggok di sudut lemari yang enggan dibuka, dipeluk debu dan sarang lelabah

Karena diri lebih sering larung dalam pergulatan dunia lalu tenggelam seolah hidup adalah selamanya

Berlagak meminta waktu tambahan padahal akan sampai masanya

Karena perjalanan mengharuskan adanya permulaan dan mencapai suatu titik kesudahan

Ah, selalu saja setiap nyawa menyesal kenapa tak pernah mempersiapkan sedari awal.

 

Kolong Langit

Di kolong langit dimana dendamku berurat berumbi                                        

Mata kita masih terpaku menatap satu titik pilu

Nafsu dunia telah merenggut nurani

Tak ada lagi hati yang dapat dicari, tersisa topeng atas nama kesucian dengan membawa nama ilahi

Semua memekikan hal yang sama; rintihan

Berputus asa dengan menerbangkan dua dadu ke angkasa

Namun mereka tak pernah kembali membawa jawab

Tinggalah kita disini

Di kolong langit yang tak pantas disebut bumi.

Komentar

Postingan Populer