Ruang Pikir

Ruang Pikir

Saya ingin mewakili suara suara nyaring dalam ruang pikir 

Beradu tempat meminta pada nurani yang posisinya saja terdesak oleh ego dan nafsu 

Dalam bangku pemilihan suara di amigdala, ego begitu nyaring mendakwa

Katanya itu bukan salah dia, kehidupan memang menghendakinya demikian

Akal masih terduduk, menggerutu karena ia sudah memilah mana fakta mana maya tapi nafsu yang membara membuatnya ciut

Nurani semakin lemah disogok ego, ia tak sebugar dulu. Kini mulai tuli dan bisu

Bayangkan saja ia seperti boneka

Hanya wakil dari gerak pembenaran

Sekedar untuk melegakan perasaan, bahwa semua sesuai jalur pikirnya

Semua baik seperti ini saja


Bingungnya Seorang Hamba

Saya bingung harus berbicara pada Tuhan seperti apa?

Apakah saya harus tersedu dan mengiba? Atau saya harus mengaku berdosa?

Bahkan bertemu Tuhan pun saya harus menggunakan topeng


Saya ingin terlihat berbeda saja saat berbincang dengan-Nya

Bisa jadi jutaaan manusia yang sama sedang menghadapnya pula

Dengan sujud yang lebih dalam dan tangis lebih deras


Saya bingun saat memulai perbincangan dengan Tuhan

Mengaku dosa dulu atau bersyukur terhadap nikmat-Nya?

Lalu merayu-Nya untuk meminta


Saya hanya merasa malu

Seringnya memang datang untuk merengek minta hadiah

Atau meminta sihir saat lemah tak berdaya karena diusik dunia


Surat

Seekor merpati menepi pada makam tak bernisan

Membawa sepucuk surat tanpa nama, tanpa penerima

Telah berkelana tapi tak pernah mampir untuk dibaca


Mungkin berisi tumpahan tinta, membentuk aksara

Yang pernah tercekat di tenggorokan dan dimuntahkan paksa

Tentang memorabilia masa lalu yang muak untuk dikenang dalam rekaman


Bisa jadi ia kanvas langit yang kini muram dan sepi

Dipaksa untuk bersinar, mengukir setiap rasi

Membentuk ruang dan waktu, menarik perhatian takdir


Atau mingkin hanya selembar kertas lusuh

Yang iseng dilucuti semesta, jadi hampa

Pulang untuk kembali memeluk bumi, melebur memulai siklus lagi


Komentar

Postingan Populer