Memilih Angkutan Kehidupan

Angkot atau angkutan transportasi sepertinya sudah menjadi bagian dari kehidupanku. Boleh dikatakan 1/3 kehidupanku adalah perjalanan di angkutan umum. Sudah banyak cerita yang terjadi mulai dari angkot pertama yang ku naiki sendiri saat kelas dua SD sampai sekarang bahkan setelah lulus kuliah dan bekerja. Angkot masih menjadi bagian penting dalam perjalanan ku sehari-hari. Angkutan umum di setiap daerah memiliki ciri khasnya tersendiri. Itulah sebabnya setiap daerah memiliki banyak pilihan angkot tergantung rute yang ditempuhnya. Bila berjalan-jalan ke kota Bandung, kalian akan menemukan banyak macam angkot berseliweran. Masing-masing memiliki warna dasar, warna strip, nomor, dan bentuk angkot yang berbeda untuk memberi identitas dari rute angkot itu. Mungkin bagi sebagian besar mereka yang baru berjalan-jalan ke kota tertentu, perbedaan warna strip angkot saja bisa menjadi masalah besar.

Dalam memilih angkot ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama adalah titik keberangkatan kita, tujuan dan efisiensi perjalanan dari rute angkot karena akan menentukan waktu dan harga yang perlu di bayar. Kehidupanku sederhananya dapat dideskripsikan dengan perjalanan menggunakan angkutan umum ini. Titik awal dan akhir memang menjadi kunci awal dalam memilih angkot, sama seperti kehidupan yang sekarang aku jalani. Tanpa memiliki dua titik ini, boro-boro bisa memilih angkot kan, yang ada malah luntang lantung di jalan. Seperti halnya kehidupan, penting rasanya bagiku untuk tahu tujuan hidup seperti apa dan menyadari bagaimana posisiku sekarang untuk mengukur bagaimana caranya untuk bisa sampai tujuan.

Kesalahan selama ini sepertinya aku hanya fokus pada apa yang menjadi tujuan saja. Padahal untuk mengukur jarak memerlukan dua titik. Titik awal itu yang perlu di sadari juga. Menyadari titik awal sama halnya dengan menyadari identitas diri. Seperti siapa aku sebenarnya, sedang ada di mana, apa yang benar-benarku inginkan dalam diri. Identitas diri ini yang menjadi awal keberangkatan perjalanan ini. Mengukur diri akan membuatku tidak membebani diri secara berlebihan. Menjalankan fungsi diri sesuai kapasitasnya dan mengupgrade diri degan semestinya. Tidak menyadari posisi diri biasanya akan menjadikan posisi orang lain sebagai acuan. Di sinilah mulai muncul kekeliruan jalan. Karena tidak mungkin memaksa untuk bisa sampai ke Unpad Dipatiukur dengan memaksa ingin naik angkot Caheum-Ciroyom dengan posisi ada di stasiun Kiaracondong.

Setelah menyadari dua titik yang menjadi rute perjalanan, barulah aku bisa mencari angkot untuk bisa sampai ke sana. Angkot ini menjadi perangkat, modal atau media kita menuju tujuan yang ingin di tempuh. Kita bisa menentukan kendaraan yang ingin kita gunakan setelah tahu tujuannya ke mana. Begitulah perjalanan kehidupan. Untuk ke Padang dari Bandung bisa saja memilih untuk naik pesawat, bus, mobil, motor atau kendaraan apa pun. Tapi media akan lebih tepat sasaran setelah tahu dua titik penting, titik keberangkatan dan tujuan.

Kehidupan adalah perjalanan seumur hidup dan hanya sekali. Memilih perjalanan hidup kudu dilakukan sendiri. Saat melakukan perjalanan naik angkot, aku tidak pernah menjadikan tujuan orang-orang sebagai tempat aku untuk berhenti, seperti itulah aku pun harusnya dalam hidup. Tidak perlu aku memilih titik awal, titik akhir dan juga jenis kendaraan yang akan aku tumpangi berdasarkan pilihan orang lain. Karena tidak pernah ada ceritanya ibu-ibu memaksa seorang penumpang untuk ikut turun bersamanya, selama perjalanan menaiki angkot puluhan tahun, itu tidak pernah terjadi.

Kehidupan yang aku jalani ini, ingin aku pegang penuh tanggung jawabnya oleh diriku sendiri. Aku ingin bisa memilih jalan aku tempuh sendiri. Walaupun mungkin batasan sosial, tekanan sosial dan hal lainya akan datang, tapi itu hanya seperti polisi tidur, kerikil tengah jalan, atau lubang aspal yang belum sempat di cor oleh kehidupan. Biar terasa saja sensasi hidupnya. Karena kehidupan ini aku yang menjalaninya, aku yang akan menghadapinya dan aku yang memegang penuh risiko dan konsekuensinya jadi memilih jalan ini adalah hakku, tanpa intervensi siapa pun. Bahkan mang angkot sekalipun tidak bisa memaksa penumpangnya untuk menunggu angkot di mana dan tujuannya ke mana.

Memang belum sepenuhnya aku bisa menjadi kendali bagi diri sendiri, tapi satu sisi dari diri bisa bernapas lega dan berkata 

“huft, akhirnya aku bisa memilih.”

Walaupun perjalanan belum usai sampai sini, karena ada variabel lain kehidupan yang memang suka lucu. Bisa saja semua berubah di tengah jalan. Mang angkot yang rese dan menghentikan di tengah jalan, ban angkot bocor, mesin rusak, dan tak jarang hal itu membuat kita perlu mengganti angkot. Tapi begitulah kehidupan. Yang pasti dari kehidupan adalah ketidakpastian bukan? Setidak pasti mood mang angkot yang melihat kosong pada bangku penumpang.

 

Komentar

Postingan Populer